Header Ads

Negara dan Syariat Islam, Perlukah Dipertentangkan? Sebuah Kajian Historis

Beberapa waktu belakangan, umat Islam Indonesia dihadapkan oleh berbagai kejadian yang berujung polemik dari beberapa statement para politikus. Dari yang mengatakan jika syariah ditegakkan maka non-muslim akan dipaksa sholat dan dibunuh, kemudian mengatakan bahwa Melayu dan orang Islam adalah penjajah di Nusantara, opini tentang bendera bertuliskan Tauhid, hingga penolakan tegas terhadap Perda yang berbau agama khususnya Perda Syariah. 

‐----------------------------------------------------------

Oleh: Muhammad Sultan Hasan Saputra

Artikel kolaborasi majalis.id dan kalselgram.com

‐----------------------------------------------------------

Hal ini barang tentu menjadi kegundahan tersendiri bagi umat Islam, apalagi semenjak kasus penistaan agama oleh salah satu mantan gubernur yang mengatakan salah satu ayat Al-Qur’an sebagai alat kebohongan, yang berujung dengan Aksi massa yang berjilid-jilid. Belum lagi tuduhan radikal, intoleran, dan pengganas yang ditujukan kepada umat Islam hingga menggiring opini bahwa negara dan agama harus dipisahkan. Sehingga membentuk polarisasi seolah-olah agama dan ide membela negara (nasionalis) adalah dua kubu yang dibenturkan. Padahal, bagi umat Islam menjalankan syariat Islam dalam setiap kehidupan adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditawar. Termasuk dalam kehidupan bernegara dan sudah pernah mendapat di bumi Nusantara.



Banyak orang yang salah paham tentang istilah syariah, pemahaman yang sempit tentang syariah baik itu kalangan non-muslim dan bahkan orang Islam sendiri banyak yang masih ‘kagok’ dengan istilah tersebut. Mereka hanya memahami secara sempit bahwa syariah hanya sebatas tindak hukum, bahkan memahami bahwa syariat Islam hanya untuk sekedar menutup warung makan di waktu siang bulan puasa. Padahal, syariat Islam lebih dari sekedar hal tersebut. Syariat agama Islam adalah suatu system kehidupan yang sudah diatur oleh Allah SWT. System syariat sebenarnya jika dijalankan sungguh-sungguh maka bisa menciptakan manfaat bagi semesta alam atau rahmatan lil ‘alamin. Sebagai contoh, hukum pernikahan, perceraian, dan waris yang melindungi hak perempuan, system bagi hasil pada akad transaksi jual beli yang tidak merugikan salah satu pihak, sistem zakat dan shodaqoh yang bisa mengurangi kesenjangan sosial, system qodhi dan peradilan yang menjamin keadilan hukum, hingga system tabayyun yang dapat mengurangi dampak persebaran berita hoax dan fitnah.

            Secara historis, sebelum adanya KUHP dan KUHAP yang merupakan hukum warisan penjajah Belanda, hukum Islam sendiri sudah mengakar kuat di tengah masyarakat Nusantara. Hukum tertulis yang bersendikan agama Islam sudah eksis berabad-abad silam. Diantaranya adalah Qanun Meukuta Alam Al-Asyi yang berlaku di Kesultanan Aceh Darussalam berisi pedoman Pemerintahan, Hukum Kanun Melaka yang menjadi hukum resmi beberapa kerajaan Melayu mengatur tentang hukum pidana dan perdata, Undang-Undang Martabat Tujuh di Kesultanan Buton, serta hukum laut La Patello Amanna Gappa dari tanah Sulawesi yang menjadi paduan dalam hukum pelayaran dan perdagangan para pelancong atau pedagang yang melakukan aktivitas di wilayah Nusantara.

            Kesultanan-kesultanan Islam lainnya tentu juga menerapkan syariat Islam di pemerintahannya masing-masing yang bersumber dari fatwa ulama yang menjadi mufti (tingkatan ulama yang sudah mampu mengeluarkan fatwa) di kesultanan tersebut. Contohnya saja di Kesultanan Banjar, para Sultan yang menjabat dalam mengeluarkan kebijakan atau menentukan hukum, maka selalu bersadar pada fatwa Hadratussyekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datuk Kelampayan) yang merupakan mufti Kesultanan. Bahkan kitab fiqih yang berjudul Sabiilal Muhtadin lit Tafaqquh fi Amriddiin menjadi kitab rujukan bagi Sultan adam dalam menyusun Undang-Undang Sultan Adam. Kitab tersebut juga menjadi kurikulum fikih bagi muslim Asia Tenggara yang mayoritas ber Mazhab Syafi’i.

            Syariat Islam bisa berdiri tegak di berbagai belahan Nusantara tidak lepas dari sistem pengkaderan pemimpin yang dilakukan oleh para Wali Songo. Mereka berdakwah bukan hanya dengan pendekatan budaya, tetapi juga pemerintahan, sehingga para bangsawan dan pangeran yang mereka didik dan mereka ajarkan tentang agama Islam ketika nantinya memangku jabatan sebagai pemimpin maka mereka akan melaksanakan syariat Islam di daerahnya masing-masing seperti Raden Fattah yang menjadi Sultan Demak, Sultan Zainal Abidin yang memerintah Kesultanan Ternate, dan Pangeran-Pangeran lainnya yang tersebar di seluruh Nusantara. Bahkan ada pula ulama sendiri yang turun tangan untuk duduk di singgasana pemerintahan seperti Syarif Abdurrahman Al-Kadrie yang mendirikan Kesultanan Pontianak, beliau juga masih merupakan keturunan dari Nabi besar umat Islam yakni Baginda Sayyidina Muhammad SAW. Dengan diberlakukannya syariat Islam di seluruh Nusantara lewat kekuasaan para Sultan dan pengaruh Ulama yang menjadi Mufti, maka syariat Islam tentu tidak bisa dilepaskan begitu saja sebagai suatu nilai luhur bangsa Indonesia. Atas dasar syariat Islam pula, para pejuang kemerdekaan memiliki semangat jihad melawan penjajah dan tak dapat dipungkiri bahwa umat Islam memiliki saham terbesar dalam kemerdekaan Negara Indonesia.

            Untuk terus menjaga hegemoni tersebut, maka para ulama di generasi berikutnya mulai mendirikan lembaga-lembaga atau organisasi kemasyarakatan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Serikat Islam, PERSIS, Al-Washliyyah, Al-Irsyad Al-Islamiyyah, PERTI, Nahdlatul Wathan, dll. Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari kemudian menginisiasi persatuan ulama, aktivis, dan organisasi Islam di seluruh Nusantara melalui MIAI yang setelah dibubarkan oleh penjajah Jepang berganti nama menjadi Masyumi. Masyumi adalah partai politik yang berhaluan Islam yang bertujuan untuk menjadikan syariah Islam di dalam perundang-undangan Negara Indonesia. Mayumi lahir sebagai wadah perjuangan politik umat Islam pasca dihapuskannya 7 kata pada Piagam Jakarta yakni “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ dengan kalimat yang lebih umum yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” Pada Sila pertama Pancasila. Tokoh terkenal dari Masyumi diantaranya adalah KH Wahid Hasyim, Mohammad Natsir, dan Buya Hamka. Para ulama melalui perdebatan panjang akhirnya sepakat bahwa Indonesia merupakan negara berbentuk republik dan Darul Ahdi wa Syahadah (negara kesepakatan) dengan nilai agama pada Pancasila sebagai Maqoshid Syari’ah (tujuan bersyariat). Kompensasi yang didapatkan dari perjuangan para ulama melalui berbagai lobi politik kemudian melahirkan Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia karena ada beberapa hukum Islam yang bersifat publik dan hanya bisa berjalan melalui regulasi negara.

            Hingga saat ini, berkat perjuangan para ulama dari dahulu hingga sekarang, syariat Islam sudah mewarnai konstitusi negara Republik Indonesia. Hukum Ibadat seperti shalat, puasa, zakat, dan haji sudah mendapatkan fasilitas dari pemerintah. Hukum keluarga Islam seperti pernikahan, perceraian, faraidh (waris), wasiat, hibah, dan waqaf juga berjalan di Indonesia dan disediakan perangkat hukumnya seperti adanya Pengadilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pendidikan agama Islam pun sudah menjadi perhatian negara seperti adanya Pesantren dan Madrasah, bahkan pemerintah sudah mengakui eksistensi santri dengan dijadikannya 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional sebagai pengingat perjuangan santri dan arek-arek Suroboyo atas fatwa Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari untuk melawan penjajahan. Sector ekonomi Islam juga sudah mendapat tempat di Indonesia dengan adanya produk Perundang-Undangan Perbankan Syariah yang melahirkan Bank Muamalat, Pegadaian Syariah, Leasing Syariah, Asuransi Syariah, sampai Investasi Syariah. Yang belum diterapkan secara menyeluruh hanyalah hukum pidana Islam dalam konteks tindak pidana. Walaupun sebagaian tindak pidana sudah diakui dan dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh Darussalam yang memiliki otonomi khusus dalam mengeluarkan Peraturan Daerah berasaskan syariat Islam, dan terbukti bisa berjalan tanpa menghilangkan hak-hak kaum minoritas di sana.

            Sebagai penutup, penulis mengutip qoul Imam Abu Hamid Al-Ghazali di dalam magnum epos-nya Ihya Ulumiiddiin, beliau mengatakan:

وَالْمِلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ  

Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan dasar, sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa dasar akan runtuh, dan dasar tanpa penjaganya akan hilang.”

(Penulis adalah Sarjana Ilmu Komunikasi FISIP ULM, Komisi D FSLDK Kalsel, Inisiator Gerakan Bangkit Generasi Bangsa, Founder media dakwah Majalis.id)

Referensi :

1.     Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali. Ihya Ulumuddiin.

2.     Artawijaya (2014). Belajar Dari Partai Masjumi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

3.     Cangara, Hafied. (2014). Komunikasi Politik, Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: Rajawali Pers.

4.     Dzulhadi, Qosim Nursheha. (2013). Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia: Studi Kritis Pemikiran Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme. Jakarta: Cakrawala Publishing.

5.     Hakiem, Lukman. (2017). Merawat Indonesia; Belajar dari Tokoh dan Peristiwa. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

6.     Hasan, Sultan. (2020). Majalis dan Dakwah Digital. Jawa Barat: Guepedia.

7.     Hassan, Tjiptaningrum Fuad. (2008). Risalat Hukum Kanun: Undang-Undang Negeri Melayu. Depok: Yayasan Naskah Nusantara.

8.     Kaelan. (2014). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

9.     Mahendra, Yusril Ihza. (1999). Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam: Perbandingan Partai Masyumi (Indonesia) dan Partai Jama’t-i-Islami (Pakistan). Jakarta: Paramadina.

10.  Ph. O. L. Tobing. (1977). Hukum Pelayaran dan Perdagangan Amanna Gappa. Makassar: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan.

11.  Suadi, Amran, Mardi Candra. (2016). Politik Hukum: perspektif Hukum Perdata dan Pidana Islam serta Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana.

12.  Suryanegara, Ahmad Mansyur. (2015). Api Sejarah. Bandung: Surya Dinasti

1 comment:

  1. Lucky Club Casino Site - luckyclub.live
    Lucky Club Casino luckyclub is a popular online casino that offers a variety of games including Blackjack, Roulette, Video Poker, Video Poker, Keno,

    ReplyDelete

close
pop up banner