Header Ads

Sejarah Perjanjian Tanam Kopi antara Belanda dan Sultan Banjar di Kalsel

CUKUP sulit mendapatkan referensi mengenai sejarah perkembangan kopi di Kalimantan Selatan. Setelah beberapa kali mencoba mencari data, akhirnya kami menemukan sebuah artikel yang ditulis oleh akademisi Universitas Lambung Mangkurat sekaligus Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan, Mansyur.

----------------------------------------------------

KALSELGRAM.com

----------------------------------------------------

Tulisan yang diterbitkan oleh Jejakrekam.com tersebut boleh dibilang menjadi semacam "pelepas dahaga" keingintahuan mengenai sejarah kopi di Kalsel yang sudah ditanam sejak era kolonial Belanda. Kopi di Bumi Sultan Suriansyah ini meski memiliki rentetan sejarah yang menarik, agaknya kurang dilirik oleh pemangku kebijakan di daerah ini. 

foto ilustrasi: https://soekapoera.or.id/
Dulu, sewaktu kecil penulis senang ikut ke pasar tradisional di daerah Martapura, Kabupaten Banjar. Di pasar tersebut kami biasa membeli berbagai sayur, buah dan bahan untuk lauk sehari-hari. Entah mengapa, tak jarang di tempat penjual rempah-rempah, biasanya juga menjual bubuk kopi. Jangan salah, ini bukan bubuk kopi pabrikan seperti Kapal Api, atau Tora Bika. Tapi bubuk kopi yang dimasukkan ke dalam kantong plastik kecil dan diikat dengan gelang karet.

Aromanya cukup wangi, dan karena itulah jadi cukup mengundang perhatian. Tak jarang bubuk kopi juga dibuat ke dalam semacam ember kecil bekas wadah bumbu. Sejak saat itu, penjual menyebutkan bahwa kopi itu adalah kopi Pengaron. Dari sana lah pertanyaan mengenai dari mana kopi itu berasal mulai menyeruak.

Barulah sekitar tahun 2015 penulis mencoba mencari tau asal-usul kopi bubuk yang dijual dengan kantong plastik tanpa merek itu. Hanya saja belum sampai benar-benar ke daerah Desa Pengaron, tempat di mana kopi itu tumbuh dan dipanen oleh masyarakat sekitar.

Menurut tulisan dari Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan, Mansyur, budidaya kopi di Kalsel tidak terlepas dari ‘legalisasi’ kopi melalui perjanjian dengan sultan. Atas permintaan pemerintah kolonial Belanda, Sultan Banjar berusaha menggalakkan tanaman kopi dan lada sebagai jenis komoditi ekspor yang andalan saat itu.

Perjanjian tersebut adalah Contract Met De Sultan Bandjermasin, tertanggal 1 Januari 1817 yang diperbaharui 29 April 1818 antara Sultan Sulaiman dan van Boekholz yang mewakili pemerintah kolonial Belanda.

Pada pasal (perkara) 29, disinggung bahwa tentang budidaya dan pengiriman lada dan kopi akan dibuat dalam perjanjian tersendiri. Demikian hanya dengan pembaharuan kontrak Belanda dengan Sultan Banjar, pembaharuan kontrak 1 Januari 1817, yang diperbarui tanggal 13 September 1823.

Dimana sentra kopi pada masa kolonial Belanda? Budidaya kopi ini tersebar di beberapa wilayah di Borneo bagian selatan. Berdasarkan kontrak 4 Mei 1826, yang diperbaharui 29 September 1826 pada pasal (perkara) 6 dituliskan bekas wilayah yang pernah dikuasai Inggris yakni wilayah Tanah Laut, mulai dari wilayah Banyu Irang, Liang Anggang, Selingsing Ujung, Teluk Pulantan dan Maluka harus mengikuti anjuran pemerintah kolonial menanam lada dan kopi. Kemudian hasilnya terdapat potongan untuk pembayaran (pajak) kepada Belanda.

Seperti dijelaskan di awal. Terdapat aturan khusus budidaya kopi. Walaupun aturan ini sifatnya ‘elastis’ kalau ditanam di wilayah Kesultanan Banjar. Pada pasal (perkara) 27, kalau terdapat kegiatan penanaman kopi di wilayah Sultan Banjar, mendapatkan dispensasi untuk tidak menuruti aturan kolonial Belanda.

Secara umum tanam paksa kopi di wilayah Hindia Belanda berakhir tahun 1916. Walaupun berakhir, kopi “tidak ada matinya”. Kopi tetap menjadi tanaman unggulan di beberapa wilayah di Borneo. Pada tahun 1936, Schophuys dalam Het Stroomgebied Van De Barito menuliskan beberapa tahun terakhir budaya kopi robusta (coffea robusta), terpusat di Barabai. Budidaya kopi ini memiliki peluang besar.

Selanjutnya kopi robusta juga mulai dibudidayakan di banyak tempat, seperti Martapoera dan Hulu Sungai yang dibudidayakan turun temurun. Dalam beberapa tahun terakhir, bibit kopi bahkan telah diperkenalkan ke wilayah wilayah di sekitar pesisir Sungai Barito.




No comments

close
pop up banner