Menjelaskan Mengapa Ada Orang yang Merasa Kopi Itu Manis Meski Tanpa Gula
KETIKA pertama kali mencoba sambal terasi atau sambal apa pun itu, barangkali mayoritas kita akan belum bisa mentoleransi rasa "menyengat" di lidah karena efek cabai. Namun kita juga sekaligus sadar, bahwa ada cita rasa yang bertambah, saat makanan kita ditambah dengan sambal. Lama-lama lidah akan mentoleransi dan kepekaan terhadap pedas jadi berkurang, akhirnya kita mampu melahap sambal dalam jumlah banyak tanpa terganggu dan malah: lebih nikmat.
-------------------------------------------------------------
KALSELGRAM.com | Pelopor Wahana Daring Generasi Z Kalimantan Selatan
-------------------------------------------------------------
Begitu juga dengan sayur-sayuran, sebut saja sayur pare alias peria atau bitter melon dalam bahasa Inggris. Kita sepakat bahwa pare bukanlah makanan yang manis, terasa sepat dan pahit. Itulah kenapa dalam siomay, tidak sedikit para pembeli menolak ditambahkan pare dalam seporsi siomay yang dibeli. Malah ada yang hanya beli siomaynya saja tanpa kol, tahu dan kentang.
Tanyakanlah pada anak-anak, suruh saja mereka memakan pare, tentu saja mayoritas (tidak semua) akan mengelak karena rasanya yang terasa agak pahit. Lalu kenapa kemudian, ada orang-orang yang menyukai pare ini? Sampai-sampai dibuat masakan oseng-oseng pare atau orek terlur pare?
Jawabannya adalah karena lidah mereka telah beradaptasi dengan pare. Sama seperti memakan sambal, ketika sudah terlampau sering mengonsumsi pare, maka rasa pahitnya perlahan mulai tak terasa dan kita bisa mendapatkan sensasi lain dari pare itu.
Ada rasa yang lebih kompleks dari pare yang membuatnya nikmat, misalnya saja ada mouthfeel gurih yang aneh dan bikin nagih saat pare ini dikombinasi dengan bumbu atau bahkan hanya dimakan begitu saja usai direbus.
Namun kali ini, penulis tidak sedang membahas sambal dan pare, meski keduanya adalah perpaduan yang amat menggiurkan jika dihadapkan dengan nasi panas dan segelas es teh. Begitu menggoda selera. Dalam tulisan yang singkat ini, hanya ingin sedikit menjelaskan mengapa sih ada yang bilang kopi itu manis meski tanpa gula?
Kita Mulai dari Spesies
Kita perlu tau bahwa kopi itu ada beberapa spesies. Paling terkenal adalah robusta dan arabika. Nah kalau yang kamu minum adalah kopi robusta seperti kopi bubuk dalam kemasan, jelas saja rasa yang dominan adalah pahit dan agak chocolaty.
Kalau yang kamu minum adalah kopi arabika dengan sangraian tidak terlau gelap, nah barulah kamu akan sadar bahwa kopi itu tidak melulu pahit saja, tapi juga ada asemnya, ada manisnya, meski akan ada rasa pahit yang tetap tertinggal.
Namun bagi mereka yang bahkan sangat jarang mengonsumsi kopi, mereka akan bilang (kopi arabika sekalipun) masih pahit. Di sinilah korelasi antara sambal, pare dan kopi.
Ini dipengaruhi oleh adaptasi lidah sebaga indera perasa kita. Karena sangat jarang minum kopi, lidah kita akan sangat peka dengan rasa pahit. Sehingga pahit sedikit akan terasa mengganggu.
![]() |
foto: pinterest |
Sebuah kalimat yang akan membuat para tidak penyuka kopi mengernyitkan dahi. Hal itulah yang juga terjadi kepada mereka penyuka sambal. Mereka akan bahagia menjelaskan betapa nikmatnya sambal geprek, sambal matah. Itu tentu saja akan membuat dahi para haters sambal berkenyit juga.
Jadi pada intinya, tidak ada yang salah. Wajar jika ada yang bilang kopi itu manis tanpa gula, mungkin kopi mereka adalah arabika dan lidah mereka sudah beradaptasi layaknya pecinta sambal dan pare.
Lalu apakah mereka yang tak suka sambal, pare dan kopi akan menganggap aneh para penyuka sambal, pare dan kopi? Barangkali kamu hanya perlu lebih sering pakai sambal, pare dan lebih sering nyeruput kopi, agar beradaptasi.
Post a Comment