Tadabbur Al-Qur’an Lewat Ilmu Komunikasi
![]() |
ilustrasi: https://www.ringcentral.co.uk/ |
Terkadang, Allah SWT memberikan kebenaran bukan melalui jalur pembelajaran agama. Bisa jadi melalui ilmu-ilmu lain yang kadang jarang kita sadari. Sebagaimana imaji penulis tentang beberapa ayat Al-Qur’an yang sedari kecil disampaikan oleh guru-guru penulis. Contohnya adalah ketika guru agama penulis menerangkan bahwa di hari akhirat kelak, semua anggota badan akan bersaksi tentang apa yang kita kerjakan. Sedangkan mulut dan lidah kita ditutup rapat, tidak diberikan kesempatan, karena akan berpotensi menyangkal segala kebenaran. Hal ini termaktub di dalam QS Yaa-siin ayat 65 :
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan,” (Qs. Yaa-siin : 65).
Penulis kecil dengan polosnya membayangkan peristiwa itu. Dimana semua kaki, tangan, dan anggota tubuh tiba-tiba berbicara dan mengeluarkan suara. Tidak sulit bagi Allah SWT Yang Maha Berkehendak untuk melakukan hal tersebut. Namun ketika dipertanyakan kebenarannya di alam dunia tentu akan semakin bingung. Satu-satunya pertanyaan yang terlintas ketika menelisik ayat tersebut ialah ‘bagaimana?’ Sampai akhirnya penulis belajar tentang ilmu komunikasi di Universitas.
Sedikit penulis ingin muthola’ah pelajaran yang sudah penulis dapat. Menurut Harold D. Lasswell, model komunikasi adalah Who says what in what channel to whom with what effects (Siapa mengatakan apa di perantara yang mana untuk siapa dengan eek seperti apa). Dari model tersebut, kita dapat mengklasifikasi bahwa kounikasi terdiri dari beberapa komponen, yaitu komunikator (pengirim), pesan, media, gangguan (noise), komunikan (penerima), dan pengaruh atau timbal balik. Secara singkat, komunikasi adalah suatu kegiatan interaksi penyampaian pesan dari komunikator dengan komunikan, baik itu melalui media atau secara langsung. Komunikasi bisa dikatakan efektif apabila timbal balik yang diberikan oleh komunikan sesuai dengan harapan sang komunikator.
Dalam komponen komunikasi tersebut, komponen terpenting adalah pesan. Pesan terdiri dari dua jenis, yakni pesan verbal dan non-verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang secara langsung dilakukan dengan interaksi melalui lisan atau tulisan. Kode verbal ditandai dengan adanya bahasa yang disepakati oleh suatu masyarakat tertentu. Kode verbal tentu lebih bisa dimannipulasi, atau bahasa sederhananya, kita bisa berbohong lewat ucapan lisan.
Jenis pesan yang kedua adalah kode non-verbal. Kode non-verbal bisa dikatakan adalah bahasa diam yang dapat diketahui melalui gerak tubuh sepert mimik wajah. Menurut studi Albert Mahrabian, tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7 persen dari bahasa verbal. Sedangkan sisanya dari kode non-verbal seperti vocal suara (38%) dan mimik wajah (55%). Hal ini terjadi karena kode tubuh sulit dimanupulasi karena gerakan tersebut spontan dari alam bawah sadar kita.
Karena kode non-verbal lebih sulit untuk dibohongi, maka dalam proses interogasi kepolisian mereka lebih memilih menggunakan metode poligraf. Poligraf, atau biasa dikenal sebagai pendeteksi kebohongan, bekerja dengan mengukur perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh, misalnya jumlah helaan napas, detak jantung, tekanan darah dan reaksi mendadak pada kulit. Metode lain ada yang melihat perubahan ukuran pupil dan aktivitas otak yaitu menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Sehingga ketika proses interogasi terjadi, para polisi dapat mengetahui pernyataan mana yang jujur dari tersangka dan yang mana pernyataan yang dusta.
Cara kerja poligraf yakni dengan menempelkan alat-alat itu ke tangan dan bagian tubuh lainnya. Apabila perkataan lisan tidak sesuai dengan reaksi fisiologis, maka alat mendeteksi bahwa ada sesuatu yang tidak singkron. Maka dapat dipastikan perkataan lisan tersebut adalah suatu kebohongan. Hal ini sebagaimana yang sudah diterangkan oleh Surah Yaa-siin di atas. Tingkat akurasi alat inipun sudah mencapai 90%. Maka untuk menghadapi pengadilan dunia saja kita tidak bisa berbohong, apalagi menghadapi keadilan Allah SWT yang jauh lebih adil. Maka inilah hasil kita melakukan tadabbur Al-Qur’an disertai dengan tafakkur memperhatikan kekuasaan ciptaan Tuhan. Hanya sebuah ungkapan doa singkat yang menjadi kesimpulan dari tulisan ini :
"…Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran :191).
(Penulis adalah Sarjana Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lambung Mangkurat, Demisioner Kepala Departemen Keagamaan Badan Eksekutif Mahasiswa ULM periode 2018, demisioner anggota LDK Unit Kerohanian Mahasiswa Muslim (UKMM) ULM, anggota Angkatan Muda Masjid As-Sa’adah 2016-2017, Komisi D FSLDK 2020-2021, Founder media dakwah @majaliskita)
Referensi :
Cangara, Hafied. (2015). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Imam Hasan Al-Banna, Adi Hidayat. (2019). At-Taisir Mushaf Hafalan. Jawa Barat: Quantum Akhyar Institute.
Effendy, Ahmad Fuad. (2020). Perbedaan Tadabbur dan Tafakkur. (https://www.caknun.com/2020/perbedaan-tadabbur-dan-tafakkur/)
(2016). Bisakah kita membohongi detektor kebohongan? (https://www.bbc.com/indonesia/vert_fut/2016/05/160429_vert_fut_detektor_kebohongan#:~:text=Poligraf%2C%20atau%20biasa%20dikenal%20sebagai,dan%20reaksi%20mendadak%20pada%20kulit.)
Post a Comment