Header Ads

Fiqih Maslahatul Masjid Sebagai Solusi Pengelolaan Masjid

Masjid Istiqlal Jakarta. Sumber: Okezone Muslim

Oleh : Muhammad Sultan Hasan Saputra

Artikel kolaborasi majalis.id dan kalselgram.com

SEBAGAI Negara dengan penduduk Muslim terbanyak se-dunia, maka wajar apabila jumlah Masjid di Indonesia sangat banyak. PIC SIMAS (Sistem Informasi Masjid)  Kemenag RI, Fachrie Affan, menjelaskan, jumlah Masjid dan mushala di Indonesia seluruhnya ada sebanyak 741.991. Hanya saja yang berhasil terdata dengan baik di sistem baru 598.291. Data Masjid dan mushala yang tercatat di Kemenag, termasuk juga mushala yang berada di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), mal, dan di lokasi publik lainnya. Bapak Jusuf Kalla, Ketua Dewan Masjid Indonesia memiliki informasi yang berbeda dengan Kemenag. Beliau pernah mengungkapkan di acara Kongres Umat Islam Indonesia di Pangkal Pinang pada 27 Februari 2021, bahwa jumlah Masjid di seluruh Indonesia sekitar 800.000. hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah Masjid terbanyak se-Indonesia.

Dengan jumlah Masjid sebanyak itu, maka otomatis dana ummat untuk kas Masjid pun pasti sangat banyak. Jika kita mengambil satu sample Masjid saja, seperti Masjid Istiqlal Jakarta tentu kita dapati fakta yang mmencengangkan. Petugas protokol Masjid Istiqlal, Abu Hurairah Abdul Salam, menjelaskan, jemaah Masjid Istiqlal pada waktu shalat Jumat bisa mencapai 10.000 orang. Dengan jumlah jemaah sebanyak itu, penghasilan kotak amal atau sumbangan infak shalat Jumat yang diperoleh Istiqlal bisa mencapai hampir Rp 100 juta. Bayangkan dalam satu tahun, berapa milyar rupiah uang yang didapatkan oleh satu Masjid dalam waktu satu tahun? Dan berapa jumlah kas Masjid jika di total seluruh Masjid, dari tingkat Masjid agung/raya, sampai mushalla kecil di sudut desa terpencil?

Kas Masjid yang melimpah ruah ini menjadi polemik tersendiri. Di satu sisi, pengeluaran dari Masjid yang sudah berdiri terkadang jauh lebih sedikit dari pemasukan yang didapat. Sehingga dana Masjid menjadi tertumpuk dan kurang bisa digunakan untuk pemanfaatan di luar bangunan Masjid. Ketika uang itu disumbangkan oleh jamaah atas dasar untuk Masjid, maka dana itu hanya boleh digunakan untuk bangunan Masjid. Secara fikih, menurut penjelasan Ustadz Riza Rahman (Majelis Tarjih Muhammadiyah Kalsel) infaq untuk Masjid tidak boleh digunakan untuk selain Masjid. Jika ada yang menggunakan uang tersebut kepada selain keperluan Masjid, maka itu dianggap perbuatan yang tidak amanah. Beliau menjelaskan bahkan untuk keperluan kegiatan sosial pun tidak boleh digunakan.

Alasan lebih detail terkait niat jamaah yang memberi sumbangan juga diterangkan oleh KH Bahauddin Nursalim (Ponpes Tahfidzul Qur’an LP3IA) Ketika diberitahukan bahwa infaq itu untuk Masjid, maka pasti si penyumbang akan berpikir untuk bangunan Masjid. Gus Baha menerangkan bahwa ada kaidah yang mengatakan bahwa teks yang dikeluarkan oleh waqif (pihak yang memberi waqaf) itu setingkat dengan teksnya yang syar’i. Sehingga maksud penyumbang tidak boleh dialihkan ke hal yang lain. Bahkan di dalam kitab Fathul Muin dikatakan, apabila ada sebuah Masjid yang diwakafkan hanya untuk kalangan penganut Syafi’iyah, maka dari mazhab Maliki haram menjadi Imam di Masjid tersebut. Hukum tersebut muncul karena berpatokan kepada maksud utama pihak waqif.

Karena dasar fikih ini, akhirnya menimbulkan orientasi yang salah dalam pembangunan Masjid. Takmir Masjid akhirnya hanya memikirkan bangunan fisik dan cenderung bermegah-megahan. Kritik membangun Masjid terlalu mewah dan pendanaan untuk hal yang tidak penting lainnya pernah disampaikan oleh Ustadz Ilham Humaidi (Majelis Ta’lim As-Shofa Banjarmasin). Beliau juga turut mengkritik kesenjangan pembangunan Masjid antara di kota yang banyak orang kaya nya dengan Masjid desa yang minim dana. Ustadz Ilham menyarankan agar dana pembangunan Masjid yang berlebih bisa didistribusikan ke Masjid lain yang lebih membutuhkan. Sistem tolong menolong antar Masjid ini juga diharapkan bisa mengurangi kecemburuan sosial. Karena pada faktanya, banyak Masjid yang berebut jadwal pengajian muballigh, terutama yang masyhur. Dengan mendatangkan muballigh kondang, maka sama dengan mengundang lebih banyak jamaah. Dengan banyaknya jamaah maka pendapatn kas Masjid bisa lebih banyak terisi.

Strategi mengundang muballigh terkenal memang diakui jitu, tapi trik ini kurang sustainable. Hal ini karena jamaah hanya akan membludak saat jadwal pengajian saja, tetapi akan sepi pada jadwal sholat yang lain. Padahal perintah memakmurkan Masjid ini telah difirmankan Allah SWT:

“Sesungguhnya hanya yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah ialah orang-orang yang   beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan          zakat    dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang- orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah:18)

Memakmurkan Masjid tentu bukan hanya sekedar membuat Masjid menjadi ramai. KH Hasan Basri ketika menafsirkan kalimat memakmurkan Masjid menerangkan maksudnya adalah menghidupkan, membangun, memperbaiki, serta memelihara kebersihan dan keamanannya. Dengan menghidupkan Masjid maka diharapkan Masjid menjalankan fungsi pendidikan, terutama anak muda dan tempat terjalinnya ukhuwah Islamiyyah. Ketika Buya Hamka membangun Masjid Al-Azhar, beliau juga punya visi tersendiri. Buya Hamka tidak ingin menjadikan Masjid sebagai rumah ibadah saja. Beliau menegaskan bahwa Masjid adalah pusat pembinaan ummat dan meningkatkan dakwah Islam.

Maka dari itu, perlu adanya strategi untuk bisa memecahkan masalah ini. Solusi pertama yang ditawarkan oleh penulis adalah pembagian kotak amal. Kotak amal diberi keterangan masing-masing sesuai dengan akadnya. Hal seperti ini sudah dilakukan oleh Masjid At-Taqwa Banjarmasin, dengan cara mengklasifikasikan kotak amal untuk keperluan tersendiri seperti untuk Masjid, anak yatim dan dhuafa, mualaf, dan kegiatan Masjid. Solusi kedua adalah mengganti keterangan di setiap kotak amal dari ‘infaq Masjid’ menjadi ‘infaq maslahatul Masjid’. Apabila akadnya untuk maslahat (kebermanfaatan Masjid), maka otomatis dana tersebut bisa digunakan untuk kegiatan apapun yang merupakan bagian dari memakmurkan Masjid. Maslahat Masjid bukan hanya sekedar memakmurkan Masjid, tetapi juga untuk kemakmuran jamaah di sekitar Masjid.

Fikih seperti ini sudah dilakukan oleh Masjid Jogokaryan di Yogyakarta. Masjid tersebut kalau dilihat secara kasat mata memang sederhana bangunan fisiknya. Yang menjadi mencolok ialah program-programnya yang inovatif mampu menjadikan Masjid tersebut sebagai salah satu Masjid percontohan di Indonesia. Semua Muslimin dari kalangan spektrum dapat merasakan nuansa ukhuwah. Masjid tersebut juga memiliki perpustakaan dan menyediakan tempat istirahat, sehingga ramah bagi musafir. Masjid tersebut juga memiliki badan usaha dan selalu mengupayakan saldo kas dikelola secara maksimal. Berbagai program yang inovatif dan dapat dirasakan langsung manfaatnya. Membuat lingkungan Jogokariyan yang awalnya adalah basis PKI menjadi salah satu lingkungan yang super Islami. Pemberdayaan anak mudanya juga diperhatikan. Masjid serupa juga sudah bermunculan di seluruh Indonesia seperti Masjid Munzalan Mubarakan Pontianak, Masjid Berkah Box Balikpapan, dan Masjid Kurir Langit Barru.

Pengelolaan sosial di sekitar Masjid memang urgent sekali dilakukan. Ustadz Rendy Saputra, penggagas Masjid Berkah Box memaparkan bahwa Masjid tidak boleh jauh dari masyarakat. Jauh disini bukan dari jarak, tapi dari rasa kedekatan antara Masjid dengan masyarakat. Jangan sampai ada Masjid yang begitu mewah ada di suatu wilayah sedangkan ada orang yang tinggal disebelah Masjid tersebut masih meringkuk kelaparan. Kalau Masjid menjalankan fungsi sosialnya untuk melayani ummat, maka ummat pun akan merasa kebaikan dari Masjid itu sendiri. Sehingga, umat akan merasa rela dan ikhlas menggelontorkan dana untuk kemakmuran Masjid. Masyarakat juga akan semakin semangat untuk beribadah. Karena mereka merasa, bahwa Masjid adalah tempat bernaung dan berlindung mereka dari kepahitan dunia.

(Penulis adalah Sarjana Ilmu Komunikasi FISIP ULM, Komisi D FSLDK Kalsel, Inisiator Gerakan Bangkit Generasi Bangsa, Founder media dakwah Majalis.id)


Referensi :

Ayub, Mohammad E. (1996). Manajemen Masjid: Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus. Jakarta: Gema Insani Press.

Hamka, Rusydi. (1983). Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. Hamka. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Mardjoned, H. Ramlan. (1990). K.H Hasan basri 70 Tahun: Fungsi Ulama dan Peran Masjid. Jakarta: Media Da’wah.

Aprionis. (2020). Ketum DMI Jusuf Kalla: Jumlah Masjid Indonesia Terbanyak di Dunia. (https://www.antaranews.com/berita/1323622/ketum-dmi-jusuf-kalla-jumlah-Masjid-indonesia-terbanyak-di-dunia)

Saputra, Adrian. (2021). Berapa Jumlah Masjid dan Mushala di Indonesia? Ini Datanya. (https://republika.co.id/berita/qqprju483/berapa-jumlah-Masjid-dan-mushala-di-indonesia-ini-datanya)

Suryana, Wahyu. (2019). Ustaz Jazir Pembawa Tongkat Perubahan Masjid Jogokariyan. (https://republika.co.id/berita/pqgoff396/ustaz-jazir-pembawa-tongkat-perubahan-Masjid-jogokariyan)

Tashandra, Nabilla. (2016). Infak Shalat Jumat di Masjid Istiqlal Bisa Mencapai Rp 100Juta (https://nasional.kompas.com/read/2016/02/22/14140081/Infak.Shalat.Jumat.di.Masjid.Istiqlal.Bisa.Mencapai.Rp.100.Juta?)

Video Seratus Ribu Masjid Pelayan Umat - Ustadz Rendy Saputra di kanal Youtube FKAM. TV (https://youtu.be/AXf1a3hFocg)

Video Kajian Gus Baha: Hukum Memakai Kas Masjid Untuk Pengajian di Kanal Youtube Santri Gayeng (https://youtu.be/WW-DeMQsoBw)

Kajian Ustadz Riza Rahman di Masjid Al-Jihad Banjarmasin pada hari Kamis, Ba’da Maghrib (https://majalis.id/majelis-kajian)

Kajian Ustadz Ilham Humaidi di Masjid At-Taqwa Banjarmasin pada hari Ahad, Ba’da Maghrib (https://majalis.id/majelis-kajian)

No comments

close
pop up banner