Pizza Lokal Banjar yang Saingi Serius Rasa Pizza "Internasional"
BELAKANGAN ini dunia kuliner di Kalimantan Selatan semakin berkembang. Hal ini juga didukung dengan perkembangan teknologi pesan antar makanan melalui aplikasi di smartphone. Namun kali ini kami di KALSELGRAM.com sedang tidak membahas perkembangan itu. Sepertinya agak terlalu serius aja sih. Kali ini kami bakal menulis tentang kue buatan lokal yang rasanya malah melampaui kue jaringan transnasional. Mari kita simak ya.
Fenomena Pizza Banjar
Sebagai salah satu penggemar pizza, beberapa tahun lalu sempat cukup tertarik dengan salah satu rumah makan pizza lokal di Banjarmasin yang khas dengan warna brand biru dan pink. Sudah tau kan ya? Tiba-tiba saja pizza ini jadi viral, meski sempat menjadi pro dan kontra di kalangan pecinta pizza. Bagi yang suka italian pizza, pizza yang viral itu disebut terlalu lembut. Sedangkan bagi fans pizza "banjar" garis keras, pizza ini dianggap sangat enak dan lebih enak dari pizza dari brand impor dari Amerika.
Masalah selera memang tak bisa diperdebatkan, ya sah-sah saja bukan? Tapi yang mungkin bisa kita cermati sebenarnya adalah, bagaimana sebuah produk lokal bisa bersaing dengan pemain lama yang sudah established di dunia per-pizza-an sejak dahulu kala.
Berdasarkan teori perilaku konsumen, perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa bisa beberapa hal , seperti pendapatan, selera, dan harga barang, di kala yang lain tidak berubah (ceteris paribus).
Teori ini memaparkan mengapa seseorang dengan pendapatan yang dimilikinya, bisa membeli berbagai barang dan jasa sampai tercapai kepuasan tertentu sesuai dengan dia harapkan. Kalau menurut saya (menurut saya lho ya., no debat cuy) mengapa pizza Banjar bisa mendapat tempat di hati konsumen Banjar? Hal itu karena urang Banjar memang suka (tidak semua) tekstur yang agak lembut. Lihat saja kue-kue urang Banjar (tidak termasuk keripik gumbili) kebanyakan memang mudah dikunyah.
Misalnya saja wadai 41 macam wadai khas Banjar yang melegenda itu, apakah mayoritas bertekstur agak krispi? rasa-rasanya masih banyak yang lembut dan mudah dikunyah. Dari sini, secara tidak ilmiah dan hanya menebak-nebak, mungkin itulah kenapa wadai pizza Banjar bisa mendapat tempat yang baik di hati konsumen di Kalsel.
![]() |
ilustrasi pizza | foto: weber |
Kembali pada teori perilaku konsumen tadi, dalam teori itu yang dikutip dari mbah Gugel, tambahan konsumsi 1 unit barang bisa dihargai dengan uang, sehingga makin besar kepuasan makin mahal harganya. Jika konsumen memperoleh tingkat kepuasan yang besar maka dia akan mau membayar mahal, sebaliknya jika kepuasan yang dirasakan konsumen redah maka dia hanya akan mau membayar dengan harga murah.
Dengan harga yang hampir lebih murah dari pizza impor (saat itu) maka pizza Banjar dengan rasa yang juga pas di lidah orang Banjar, menjadi alternatif. Ketika dirasa lebih pas di lidah, konsumen akan reapeat order. Di situlah kuncinya: enak.
Pizza Ummi
Belakangan dunia per-pizza-an juga lagi diramaikan dengan kehadiran Pizza Ummi yang diprakarsai oleh seorang ibu rumah tangga dari Kota Banjarbaru, bernama Mbak Atiqah. Pizza Ummi ternyata punya potensi yang bagus jika ditinjau dalam teori perilaku konsumen tadi. Nomor satu yang jadi value adalah rasanya benar-benar enak dan harga yang ramah.
Bukan memuji tanpa dasar ya, terus terang, kami di rumah sampai berkali-kali order pizza ini dan tak cukup cuma satu pizza. Pizza ummi memang masuk kategori pizza bergaya Amerika atau bisa juga disebut pizza Banjar, dengan tekstur yang lembut dan bumbu yang bikin nagih. Namun rasa-rasanya, pecinta pizza italia pun akan bilang kalau pizza ummi ini enak sih.
Jika mengikuti teori perilaku konsumen tadi, Menurut Schiffman dan Kanuk, dikutip dari ciputra, perilaku konsumen adalah suatu proses yang dilalui oleh seorang pembeli dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi serta bertindak pada konsumsi produk dan jasa, maupun ide yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan seseorang tersebut.
Proses lanjutan yang biasanya dilakukan seorang konsumen setelah melakukan proses dan keputusan pembelian adalah mengevaluasi pembeliannya tersebut. Evaluasi yang dilakukan mencakup pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti apakah barang tersebut sudah sesuai dengan harapan, sudah tepat guna, tidak mengecewakan, dan lain sebagainya.
Pizza Ummi setidaknya menjawab evaluasi ini. Ia berhasil menjawabnya dengan kualitas dan harapan.
Post a Comment