Basasuluh, Tradisi "Pacaran" urang Banjar, Baca Sampai Habis Dulu Baru Komen
KITA mengetahui, bahwa diantara banyak pertanyaan yang datang ke pada para penceramah salah satunya adalah ‘Apa hukum pacaran?’ atau ‘Apakah ada pacaran syar’i atau Islami?’. Fenomena sosial ini sudah mendarah daging di tengah pergumulan kawula muda.
_________________________________________
Oleh: Muhammad Sultan Hasan Saputra
Artikel kolaborasi majalis.id dan kalselgram.com
_________________________________________
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan.
Hanya
saja, semakin ke sini, pacaran selalu diidentikkan sebagai hubungan dua pasang
manusia tanpa ikatan pernikahan. Syarat sah dan rukunnya pun tidak sesakral
pernikahan. Proses pacaran secara ringkas yaitu: laki-laki ‘menembak’
(menyatakan cinta) kepada sang perempuan, kemudian mereka jadian (kencan).
Pada saat kencan, juga tidak ada pembagian harta yang pasti. Jika tinggal di wilayah patriarkis, tentu sang lelaki akan selalu mentraktir sang perempuan, tanpa tahu apakah akan bisa mendapatkan cinta sesungguhnya atau tidak.
Pada saat kencan, banyak pula kegiatan yang dilakukan sangat bertentangan dengan nilai dan norma agama. Misalnya seperti berpegangan tangan, berciuman, sampai melakukan hubungan badan. Padahal, nama mereka belum terikat secara sah di buku nikah.
Kegiatan
seperti inilah yang menyebabkan para Tuan Guru sering menyampaikan diatas mimbar
tentang larangan mendekati zina, terutama QS. Al-Israa ayat 32 :
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina
itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Ada dua kemungkinan yang akan dihadapi oleh pasangan yang pacaran. Pertama mereka akan melanjutkan ke jenjang pernikahan, atau yang kedua mereka akan berakhir dengan putus (versi tidak resmi dari cerai). Tentu saja proses putus tidak diakomodir oleh pengadilan agama, karena hubungan tersebut bukanlah hubungan resmi.
Akan tetapi, sebenarnya kegiatan
pacaran bukanlah seperti yang dideskripsikan oleh penulis sebelumnya. Pada
awalnya, pacaran sendiri sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah. Hanya
saja, istilah ini bergeser dengan berubahnya ‘urf (adat kebiasaan) yang awalnya
bagus menjadi kebiasaan jelek atau mungkar. Hal ini diterangkan oleh Ustadz Adi
Hidayat. Pada mulanya, pacaran adalah tradisi rumpun melayu Islam.
Pada tradisi Melayu, saat seorang lajang berniat meminang seorang gadis, maka sang lelaki akan mendatangi orang tua si gadis. Cara menyatakan keseriusannya melalui pantun yang akan disampaikan oleh lelaki.
Ketika antara kedua keluarga sudah bertemu, maka akan ada jeda selama 40 hari sebelum akad pernikahan. Jeda waktu empat puluh hari inilah yang dimanfaatkan oleh masing-masing lajang dan gadis untuk belajar mengenai hubungan dalam rumah tangga. Sang lelaki akan belajar mengenai masalah fiqih pernikahan, dan perempuan akan dinasehati oleh ibunya dan diajarkan berbagai keterampilan yang akan menunjang skill-nya sebagai ibu rumah tangga.
Selama empat puluh hari itu, sang perempuan akan menggunakan pewarna kuku dari daun pacar. Hal ini menandakan bahwa sang gadis sudah dilamar oleh seorang lelaki dan lelaki yang lain tidak boleh ada yang mengganggunya lagi.
Dari sinilah istilah pacaran itu muncul, karena berkaitan dengan pewarna kuku dari daun pacar untuk menandakan bahwa perempuan sedang dalam proses penjajakan sampai ke jenjang pernikahan.
Hal ini
tentu berkesesuaian dengan hukum islam dalam konteks fikih munakahat, bahwa perempuan yang sudah di-khitbah tidak boleh diganggu. Hal ini karena untuk mepertahankan
hubungannya sampai ke jenjang pernikahan.
Dalam adat Banjar sendiri, pacaran juga lebih akrab dikenal dengan istilah basasuluh. Hanya saja dengan tata cara yang agak berbeda. Dalam tradisi basasuluh, pihak laki-laki akan mencari tetuha kampung untuk menyelidiki calon perempuan yang akan dilamar.
Begitu pula sebaliknya, dari pihak perempuan juga
akan meminta informasi dari tetuha kampung
yang bersangkutan terkait dengan profil pihak laki-laki. Pertukaran informasi
ini dimaksudkan agar bisa saling mencocokkan terkait dengan kondisi
keluarganya, tabiat si calon pengantin, hingga tingkat kealiman dalam agamanya.
Bahkan, pihak perempuan tak jarang mengutus mata-mata, yang biasanya dari keluarganya, ke kampung si laki-laki untuk memastikan orang yang melamar si perempuan memang lelaki baik-baik.
Selama empat puluh hari diperhatikan cara dia bekerja, sholat subuh
berjamaahnya, sampai rajin hadir ke pengajiannya. Semua diperhatikan dan setiap
hari dilaporkan kepada pihak keluarga si perempuan.
Maka ketika ada pertanyaan ‘Apakah
ada pacaran Islami?’ jawabannya tergantung konteks waktu dan istiadat yang
disepakati. Jika istilah pacaran adalah seperti tradisi suku Melayu atau Banjar
di zaman dahulu, tentu pacaran itu sangat Islami.
-----------------------------------
*Penulis
adalah Sarjana Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lambung Mangkurat, demisioner
Kepala Departemen Keagamaan Badan Eksekutif Mahasiswa ULM 2018, demisioner
anggota LDK Unit Kerohanian Mahasiswa Muslim (UKMM) ULM, anggota Angkatan Muda Masjid As-Sa’adah
2016-2017, Komisi D FSLDK 2020-2021, Founder media dakwah @majalis.id
REFERENSI:
Rasjid,
H. Sulaiman. (1994). Fiqh Islam.
Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Saputra,
Logista Deny. (2017). Pelaksanaan Tradisi
Basasuluh Suku Banjar Perspektif Konsepsi Khitbah Sayyid Sabiq (Studi di Desa
Awang Bangkal Barat Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan).
JURISDICTIE Issue No.2 vol.5, Januari 2017 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Yusuf,
Wahyudi Ibnu. (2019). Tradisi Basasuluh
Suku Banjar Perspektif Ta’aruf dan Khitbah Dalam Fikih Islam. http://majlis-darulmaarif.blogspot.com/2019/09/basasuluh-taaruf-dan-khitbah_29.html
Akbar,
M. (2016). Yuk! Mengenal Taaruf. https://www.republika.co.id/berita/ocjq7n336/yuk-mengenal-taaruf.
Video Ceramah Ustadz Adi Hidayat dengan judul ‘Sejarah Pacaran yang Sebenarnya Awalnya Baik, Tapi Sekarang? | Ustadz Adi Hidayat Lc MA’ di kanal Youtube Dakwah Hikmah (https://www.youtube.com/watch?v=Ep5QJcl5qBk&t=37s)
foto: bincangmuslimah.com
Post a Comment