Header Ads

Strategi "Earworm" Tukupidya yang Sudah Ada 1400 Tahun Lalu

RAKSASA situs e-commerce berwarna hijau (tukupidiya) dan (shupii) jingga seolah sedang "perang" iklan di jagat internet dan televisi. Uniknya, mereka menggunakan jingle dengan nada yang familiar, seperti nada lagu daerah Ampar-Ampar Pisang, sampai lagu anak-anak. Jadi teringat iklan kampanye salah satu capres sekitar tahun 2009 lalu yang menggunakan nada iklan Indomie jadi jingle kampanye deh. Kenapa sih mereka menggunakan cara ini?

____________

KALSELGRAM.com | Wahana Daring Warga Kalsel Masa Depan di Masa Kini

____________

Jadi begini ya, konon katanya jingle (nada untuk iklan) itu haruslah yang mudah diingat oleh pendengar. Mengutip dari marketingcraft dalam membuat jingle, durasi lagu sebenarnya bukanlah hal yang utama, tetapi yang terpenting, lagu itu haruslah catchy.

Tidak perlu ribet untuk urusan suara, sederhana namun tetap membekas di ingatan audiens (earworm). 


Ya ada benernya juga sih, karena belakangan jingle-jingle ini memang jadi seolah familiar banget. Bahkan tanpa sadar, saat bersiul, eh malah pake nada iklan ini. hehehe. 

Tapi apakah jingle di dalam iklan merupakan hal yang penting bagi para brand? Di dalam brand management, tujuan utama yang paling mendasar adalah tercapainya Awareness di benak audiens. 

Dan untuk mencapai tujuan tersebut, brand bisa memanfaatkan jingle yang catchy supaya pada saat konsumen terpikir untuk membeli produk tertentu, nantinya akan teringat dengan jingle iklan tersebut dan menjadi pertimbangan calon konsumen untuk membeli produk yang bersangkutan ketika dihadapkan pada pilihan produk yang serupa. 

Hmm, jadi rupa-rupanya jingle yang sederhana itu, bukan dibuat sembarangan. Tapi dimaksudkan dengan tujuan tertentu dan dengan teori konsumen awarness yang tak sembarangan. 

Earworm Itu Apa?

Melalui iklan yang berbasis jingle, dapat menunjukkan bahwa otak dan working memory seseorang lebih mudah untuk menangkap sesuatu yang menarik, sederhana, dan dengan pola yang berulang-ulang. Karena itu, banyak brand yang memanfaatkan penggunaan jingle ini agar dapat memicu konsumen untuk menerapkan fungsi autoplay dalam otaknya sehingga memudahkan mereka untuk mengingat iklan produk yang ditawarkan. 

Misalnya, sebuah produk sampo membeli copyright sorang penyanyi sebagai nada lagu mereka (contoh lagu Unwritten yang dinyanyikan Natasha Bedingfield). Lagu tersebut otomatis menancap di ingatan konsumen secara terus-menerus dan teridentifikasi sebagai produk sampo tanpa harus mengetahui siapa penyanyinya. Dan keadaan di mana otak otomatis mengingat tanpa diperintah dan kerap terngiang-ngiang akan lagu yang didengarnya berkali-kali ini, dapat juga disebut sebagai earworm

Wow

Dengan beberapa strategi iklan dan jingle modern di atas, jadi teringat dengan salah satu kata-kata dari orang terhebat dan termulia di dunia ini lebih dari 1400 tahun yang lalu, yaitu baginda Rasulullah SAW.

Beliau mengatakan, Kami, para Nabi, diperintahkan untuk berkata-kata kepada masyarakat menurut kemampuan akal pikiran mereka”.

Beliau menggunakan cara komunikasi yang mudah dimengerti dan diingat oleh pendengar. Anas bin Malik ra meriwayatkan dari Rasulullah SAW, “Bahwasanya apabila mengucapkan salam, beliau mengucapkannya tiga kali dan apabila berbicara, beliau mengulanginya tiga kali pula.” (HR. Bukhari, Kitab Ilmu).

Intinya singkat, sesuai dengan level pendengar, dan melakukan pengulangan. Hal ini malah diterapkan oleh manejemen iklan modern saat ini. Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah SaW bersabda, “Aku diutus dengan Jawami’ al-Kalim (ucapan singkat tetapi sarat makna)... (HR. Bukhari, kitab at-Ta’bir).


No comments

close
pop up banner