Header Ads

The Power of Jurnalisme Warga, Bujur Jua Kah Sanak?

JURNALISME WARGA hari ini menjadi sebuah kekuatan yang semakin menguat dengan adanya kemajuan perkembangan perangkat teknologi smartphone. Namun tau gak sih, ada juga titik lemah dari jurnalisme warga atau disebut dengan citizen journalism. Meskipun jurnalisme warga juga disebut-sebut sebagai masa depan keseimbangan informasi arus utama.

Pada dasarnya jurnalisme warga adalah sebuah bentuk partisipasi dari warga yang membuat sebuah laporan, data maupun catatan terhadap sebuah peristiwa, yang kemudian disampaikan kepada publik melalui perangkat komunikasi.

Kalau zaman sekarang sih, penyampaiannya bisa cepet banget cuy, karena dibantu dengan kemudahan mengakses media sosial. Tinggal tulis caption, tambahin foto, udah deh jadi. Mudah banget.

Namun jangan lupa, tugas utama jurnalisme adalah untuk kepentingan masyarakat dan menjadi verifikator data (informasi dan lain-lain), bukan malah jadi provokator. Sebagai verifikator, tentunya harus bisa menghasilkan informasi yang berdasarkan fakta-data dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Sisi Baiknya

Jurnalisme warga bisa menjadi semacam fungsi kontrol, di tengah menjemukannya media-media massa mainstream yang kita tahu bersama lah, kebanyakan dikuasasi oleh kekuatan politik. Oleh karena itu kadang informasi yang disajikan bisa saja menjadi propaganda dan framing. 

Dengan jurnalisme warga, informasi jadi bisa lebih variatif dan masyarakat bisa lebih berperan aktif dalam memberikan konfirmasi terhadap peristiwa yang berkembang. 

Mengutip dari om Wikipedia, dalam jurnalisme warga, masyarakat tidak hanya menjadi konsumen media tapi juga bisa terlibat dalam proses pengelolaan informasi itu sendiri. Pelibatan itu meliputi membuat, mengawasi, mengoreksi, menanggapi, atau sekadar memilih informasi yang ingin dibaca. Karena itu, dikatakan bahwa jurnalisme warga tidak hanya memberi tempat tapi juga menyarankan dan mendorong pembaca untuk terlibat di dalamnya.

Masyarakat yang terlibat dalam jurnalisme warga harus memiliki pengetahuan mengenai jurnalistik sederhana dan aturan menyampaikan sebuah informasi kepada publik dalam undang-undang. Kalau enggak, nanti bisa-bisa terjerat kasus hukum yang tentunya gak diinginkan.

Masih dari kata om Wikipedia, konon sih jurnalisme warga muncul saat Mrak Drudge menuliskan berita terkait perselingkuhan Bill Clinton dengan stafnya pada 19 Januari 1998 di internet. Konsep jurnalisme warga berkaitan dengan civic journalism atau public journalism di Amerika Serikat setelah pemilihan presiden 1998. Gerakan tersebut muncul karena masyarakat mengalami krisis kepercayaan terhadap media-media mainstream dan kecewa terhadap kondisi politik pada masa itu. Inti dari jurnalisme warga ialah masyarakat berperan sebagai objek sekaligus subjek berita.

Sisi Gak Baiknya

Jurnalis warga atau Citizen Journalism yang menjadi pelakunya adalah warga biasa yang tidak terikat kode etik, undang-undang dan aturan main bagi jurnalis. Sementara, jurnalis profesional terikat dengan code of conducts dari manajemen tempat ia bekerja, code of ethics dari organisasi profesi serta undang-undang pers dari pemerintah dan juga seorang jurnalis profesional telah dibekali dasar-dasar jurnalistik yang baku. Hal inilah yang menyebabkan ketidaksebandingan antara Citizen Journalism dan jurnalis profesional (goodnewsfromindonesia, 2019)

Jika jurnalisme warga semakin banyak, maka kabar bohong alias hoax juga kemungkinan akan bertambah. Karena dalam jurnalisme warga, kode etik jurnalistik dan valid atau enggaknya informasi jadi kurang bisa diyakini. Apalagi sumbernya gak jelas. Inilah yang membuat jurnalisme warga jadi agak rawan.

Karena tidak dinaungi oleh lembaga atau perusahaan jurnalistik yang profesional, terkadang produk dari jurnalisme warga ini agak kurang meyakinkan. Berbeda dengan produk informasi dari media massa profesional yang lebih cermat dalam memverifikasi data dan informasi, karena melalui beberapa tahapan. Mulai dari wartawan, redaktur, redaktur pelaksana, hingga ke pemimpin redaksi. Sehingga produk jurnalistiknya bisa dipertanggungjawabkan.

Hal inilah yang kadang tidak ada pada jurnalisme warga, walaupun sekarang jurnalisme warga sudah cenderung lebih baik. Tentunya kita berharap jurnalisme warga bisa berkembang dengan baik dan menjadi verifikator data dan informasi yang bisa dipercaya. Tentunya ini perlu proses.

Mengenal Netiquette

Norma-norma atau kode etika yang digunakan Citizen Journalism adalah etika dalam berinternet atau biasa disebut netiket, berasal dari kata netiquette. Netiket atau netiquette adalah penyatuan antara networks dan etiquette yakni etika-etika atau aturan-aturan yang berlaku terhadapa siapa saja yang menggunakan internet. Berikut ini akan dipaparkan sepuluh netiket yang dikutip dari buku yang berjudul sama yakni Netiqutte karya Virginia Shea, yang sebagai berikut :

  1. Ingatlah orang. Artinya, dalam hidup di dunia maya tidaklah sendiri, sama halnya ketika hidup di dunia nyata. Ketika di dunia nyata banyak kritik dan saran, maka dalam dunia maya hal tersebut sama berlakunya. Oleh sebab itu, mengahrgai orang lain adalah sebuah keharusan.
  2. Taat kepada standar perilaku online yang sama yang kita jalani dalam kehidupan nyata. Aturan kedua ini menindaklanjuti aturan pertama yakni dalam berinternet tidaklah sendirian. Ketika mendapat pesan atau komentar dari netter (pengguna internet) yang lain, maka tanggapi dengan hal-hal yang sesuai. Jangan salah sambung, hal ini karena dalam internet siapapun dapat melihat.
  3. Ketahuilah di mana kita berada di ruang cyber. Inti dari aturan ketiga adalah kita tidak boleh usil atau seenaknya di dunia virtual. Juga, apa untungnya mengusili orang lain, hanya membuang waktu dan paket data internet.
  4. Hormati waktu dan bandwith orang lain. Maksud dari aturan keempat adalah jangan korupsi waktu milik orang lain. Korupsi waktu di sini seperti mengirim spam ke inbox orang lain, ribuan iklan yang tak nyata sehingga orang tersebut harus menghapus satu per satu spam tersebut. Hal ini tentu saja menyita waktu dan cukup menjengkelkan.
  5. Buatlah diri kita kelihatan baik saat ber-online. Inti dari aturan ini adalah untuk tetap berusaha positive thinking namun juga tetap waspada. Menganggap lebih banyak orang baik tenimbang orang jahat, sehingga orang lainpun akan berfikir demikian.
  6. Bagilah ilmu dan keahlian. Bagi para netter yang sudah terlebih dahulu menjelajar dunia virtual, bagikan ilmu yang diketahui untuk para pemula sehingga mereka tidak terjerumus ke jurang kegelapan internet. Salah satunya adalah membagi ilmu mengenai bagaimana cara berinternet yang baik.
  7. Menolong agar api peperangan tetap terkontrol. Ketika dalam sebuah diskusi online terjadi perbedaan pendapat yang cukup panas, maka jangan menambah panas suasana, namun jadilah penengah di antara keduanya.
  8. Hormati privasi orang lain. Dunia virtual memanglah dunia tanpa batas, namun para netter berhak membatasi dirinya seberapa jauh mereka dapat diketahui. Username dan password misalnya, adalah privasi bagi setiap orang dan tidak semua orang dapat mengetahuinya, jika kita ingin dihormati maka hormatilah orang lain layaknya menghormati diri sendiri.
  9. Jangan menyalahgunakan kekuasaan. Kembali ke aturan keenam, pengetahun yang lebih mengenai cara berselancar di dunia virtual baiknya digunakan sesuai porsinya. Kemampuan meretas misalnya jangan disalahgunakan untuk mengusili orang lain maupun menghancurkan privasi orang lain.
  10. Maafkanlah jika orang lain berbuat kesalahan. Sama halnya di dunia nyata, menyimpan dendam hanya akan mempersempit ruang hati, yang seharusnya dapat digunakan untuk menyimpan kenangan-kenangan manis namun ternyata habis untuk mengingat-ingat kesalahan orang lain. Juga, setiap orang pernah berbuat salah, jadi anggap saja sebagai bahan intropeksi diri.

Referensi: Pepih Nugraha, Citizen Journalism , (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2012), Wikipedia

No comments

close
pop up banner